Bandar Ceme Online

Selamat datang di FORUMSEMPROT, terima kasih tetap setia mengunjungi situs ini. Kami Akan Selalu Update Cerita Serta Video Terbaru Disini ^^

Yuk Gabung Di KAISAR.POKER, Ada Banyak Bonus Menarik Disini, Buruan Daftar Sekarang Juga!!!

Rabu, 02 Januari 2019

Tania, Budak Seks Dosen Pembimbing Part III

Chapter 3: Hari Kedua



Kringgg…

Aku mengernyitkan dahi dan mengucek-ngucek mata dengan kesal. Mau tidak mau aku terbangun karena handphoneku yang tidak berhenti berdering sejak lima menit yang lalu. Tanganku menggapai-gapai handphone yang seingatku disimpan di samping kepala.

“Hm, halo?” ujarku malas tanpa sempat melihat caller ID.

“Oy lonte, buruan lu dateng ke rumah gue.”

Baru saja aku ingin marah sebelum aku sadar bahwa yang menelponku adalah Gilang. Mana mungkin aku lupa bahwa semalam aku sudah menyerahkan diri untuk menjadi budak seks untuk orang yang menelponku saat ini?

“Gue baru bangun.”

“Ngomong ama gue tuh yang sopan, ******!” Gilang membentak.

Aku menelan ludah. “Saya baru bangun, Tuan muda.”

“Nah, gitu dong.” Gilang terkekeh. “Gue gak peduli lo baru bangun, sekarang lu buruan dateng ke sini. Gue butuh tempat buat nampung peju.”

“T-Tapi gue belum mandi.“

“Gak usah banyak gaya lo, abis gue hajar juga lo bakal kotor lagi.” Gilang mendecih. “Buruan ke sini, kalo setengah jam lagi lo gak muncul, liat aja.”

Aku mencicit. “B-Baik, Tuan muda.”

“Ah, satu lagi. Lo gak perlu bawa mobil, berangkat pake ojek aja.”

“Baik, Tuan muda.”

“Jangan lupa pake baju seksi. Gue tunggu.”

Setelah telepon diputus oleh Gilang, aku masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selain cuci muka dan gosok gigi, aku juga membersihkan pahaku yang semalam belepotan sperma. Bagaimanapun juga, aku tidak ingin tubuhku bau sperma saat bertemu orang lain.

Setelah membersihkan diri, aku membuka lemari pakaian untuk berganti baju. Walaupun disuruh memakai pakaian seksi, aku tidak ingin terlihat seperti cewek murahan, jadi aku memilih summer dress tipis tanpa lengan yang panjangnya hanya setengah lutut. Setelah mengemas barang-barangku di tas kecil, aku langsung memesan ojek online ke rumah Gilang.

“Neng yang mesen ojek ke Dago atas?” sapa driver ojek online yang berhenti di depan kosanku.

“Iya, mas.” aku menjawab dengan sopan. “Tolong agak cepet ya, mas. Saya ditunggu temen saya.”

“Siap, neng.”

Dari perawakannya, driver ojek online tersebut kira-kira berusia 25 tahun-an. Wajahnya tidak setampan Gilang, tapi badannya lebih kekar.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih setengah jam, aku sampai di depan rumah Gilang dan langsung disambut oleh sang tuan rumah yang sudah berdiri di depan pagar.

“Woy lonte, lama amat lo.”

Pipiku memerah karena driver ojek online yang barusan kutumpangi masih ada di situ. Aku bahkan baru akan mengembalikan helm kepada driverku saat Gilang berkata demikian. Driver tersebut hanya diam saat menerima helm dariku karena keadaan yang canggung.

“Udah, biar gue yang bayar.”

Gilang mendekati driver tersebut, kemudian mereka terlihat seperti sedang merundingkan sesuatu. Aku melihat ekspresi terkejut dan ragu dari si driver sebelum Gilang mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya.

“Heh, sini lo.” Gilang memanggilku untuk mendekatinya. “Si abang masih belum percaya kalo lo bisa dipake.”

Pipiku semakin memerah mendengar perkataan Gilang.

“Tunjukkin dong kalo lo emang bispak.” Gilang menyunggingkan senyum miring. “Godain abangnya biar mau make lo.”

Aku memelototi Gilang. “T-Tapi ini—“

“Lo budak seks gue. Terserah gue lo mau dipake siapa aja.” Gilang balas melotot. “Mau gue laporin bokap?”

Aku mendesah penuh kekesalan. Tapi bagaimanapun juga aku harus sadar bahwa aku harus mengikuti semua perintah Gilang dan Pak Darmawan. Semua itu adalah konsekuensi dari pilihanku kemarin.

Jadi, agar tidak berlarut-larut, aku menghela nafas kasar sebelum mendekati driver yang barusan mengantarku. Aku tersenyum menggoda sambil mengelus-elus dada si driver.

“Mas, pengen gak nyobain aku?” aku berbisik di telinga si driver. “Gratis kok, gak usah bayar.”

Si driver terlihat menelan ludah sambil berusaha menahan diri.

“Sini mas, cicip dulu.”

Aku kemudian mengambil tangan si driver lalu kutuntun ke paha dalamku. Sarung tangan yang masih terpakai di tangan si driver terasa kasar di pahaku.

“T-Tapi neng, saya—“

“Kesempatan gak akan dateng dua kali lho mas.” Gilang ikutan memprovokasi si driver. “Liat nih, dia mah keenakan kalau dimainin ama laki.”

Gilang lalu meremas kasar sebelah dadaku hingga aku memekik tertahan. Gilang hanya tertawa-tawa melihatku memekik. “Dasar perek.”

“Y-Yaudah deh, mas. Boleh.” akhirnya si driver menyetujui permintaan Gilang. “Tapi jangan sampai ada yang tau, ya.”

“Gampang mas masalah itu. Udah, mending sekarang mas parkirin motornya di garasi saya.”

Gilang kemudian menyeretku masuk ke dalam rumahnya sementara si driver memarkirkan motornya di garasi.

“Masih mending sopir gue lagi keluar nganterin bokap ama nyokap. Kalau engga, kelar lo pagi ini.” ujar Gilang. Aku bergidik ngeri membayangkan diriku dipakai tiga orang sekaligus.

Gilang lalu membawaku dan si driver ke kamarnya. Kamarnya sedikit lebih kecil dan lebih berantakan dari kamar Pak Darmawan, tapi lantainya cukup luas karena tempat tidurnya yang kecil.

“Sekarang, lu layanin masnya ampe puas.” Gilang memelorotkan dressku hingga tersisa dalamannya saja. “Buruan!”

Aku kemudian mendekati si driver yang masih terlihat canggung. Tanganku menuntun tangan si driver untuk menangkup kedua pantatku, sementara aku mulai mengelus-elus dadanya. Tanganku dengan cekatan mulai melepas baju yang dikenakannya, kemudian mulutku mulai bekerja di area dada dan leher si driver yang mulai merem melek keenakan.

“Ayo dong mas, gak usah malu-malu.” sahut Gilang. “Remes aja pantatnya kalo masih gak percaya dia lonte.”

Tangan si driver lalu mengikuti saran Gilang untuk meremas pantatku yang sekal. Lenguhanku seolah menjadi penyemangat bagi si driver untuk bertindak lebih dan bersikap lebih agresif. Sekarang tangannya mulai melepas dalaman yang kukenakan. Si driver lalu meremas-remas dadaku dan menciumi kedua payudaraku sambil sesekali meninggalkan jejak keunguan di sana.

“Mmhhh…” aku yang mulai terbawa suasana kini menikmati sentuhan-sentuhan yang dilancarkan oleh si driver. Desahan dan lenguhan tidak henti-hentinya keluar dari mulut kecilku.

Gilang sekarang hanya memperhatikanku yang sedang dinikmati oleh orang yang baru kutemui beberapa saat yang lalu. Sambil berselonjor di tempat tidur, Gilang sesekali memotret wajah dan tubuhku yang mendesah-desah keenakan.

“Ah, ah, gelii…” aku menggelinjang saat jemari si driver mulai memasuki liang peranakanku yang sudah becek. “Aahhh…”

Si driver kemudian menelentangkan tubuhku yang terlihat kepayahan di atas karpet. Dua jarinya keluar masuk di dalam vaginaku, sementara jempolnya menggosok-gosok klitorisku yang membengkak.

“Aahhh enak banget mas, ahhh…” aku tanpa sadar bergerak-gerak untung mendapatkan kenikmatan yang lebih dari jari si driver.

Melihatku yang bergerak-gerak, si driver menghentikan gerakan kedua jarinya yang terbenam di vaginaku, tapi jempolnya masih terus memberikan stimulasi di klitorisku. Aku yang merasa tanggung kemudian bergerak lebih cepat sambil memohon-mohon ke si driver.

“Mmhh… Masukin kontol aja mas, plis… Ahhh…”

“Sabar dong neng, belum apa-apa udah minta kontol.” si driver terkekeh, mulai menikmati perannya sebagai orang yang diminta Gilang untuk ikut melecehkanku. “Gatel ya?”

“Iya mas…. Ahhh lobang aku gatel, mhhh.” Aku memutar-mutar pinggulku untuk mendapat stimulasi yang lebih dari jari si driver karena kenikmatan yang kurasakan sangat tanggung.

“Nih neng kalau gatel. Rasain.”

Aku merasakan si driver menambah satu jari ke dalam vaginaku dan menggerakkan jari-jarinya dua kali lebih cepat dari sebelumnya. Tanpa sadar aku kelojotan karena rasa nikmat yang kurasakan.

“Aaahhhh… En-ak… Ahhh…”

Aku yang mulai lupa daratan kini hanya bisa berbaring sambil mendesah-desah. Mataku merem melek, kakiku yang terbuka lebar kini bergetar. Tanganku menggapai-gapai, berusaha mencari pelepasan nafsuku yang meledak-ledak.

Tepat saat aku akan orgasme, si driver melepas jari-jarinya dari vaginaku. Si driver dan Gilang tertawa-tawa melihatku berusaha menstimulasi vaginaku dengan jariku sendiri. Rasanya aku ingin menangis karena tidak jadi melepas nafsuku yang sudah menumpuk di ubun-ubun.

“Enak aja neng dulu yang orgasme. Layanin saya dulu dong, kan neng-nya lonte.”

“Tuh, dengerin kata masnya.” Gilang ikut menghampiriku dan menyentak tanganku. “Sini mas, saya pegangin dulu lontenya.”

Si driver kemudian mengeluarkan penisnya dari celana, lalu memposisikannya di depan mulutku. Aku menelan ludah melihat ukuran penisnya yang cukup besar.

“Isep yang bener neng kalau mau ngelanjutin yang barusan.” si driver memasukkan penisnya ke dalam mulutku.

“Udah bang, gerakin aja kepalanya. Biar saya pegangin tangannya.” ujar Gilang.

Driver tersebut mengikuti saran Gilang dengan memaju-mundurkan kepalaku yang terisi penuh oleh penisnya. Jadi sekarang aku sedang ada di posisi duduk dengan tangan yang dikekang oleh Gilang di belakang tubuhku dan penis si driver yang memenuhi mulutku.

“Ahh enak banget mulut neng.”

Si driver masih memaju mundurkan penisnya di mulutku sedangkan aku masih berusaha mengatur nafasku agar aku tidak kehabisan nafas. Rambutku kini acak-acakan karena cengkraman si driver. Dua menit kemudian, si driver menekan kepalaku rapat-rapat ke pangkal selangkangannya. Aku menggelinjang karena tidak bisa bernafas dengan benar. Setelah kepalaku dilepas, aku langsung mengambil udara banyak-banyak. Si driver dan Gilang lagi-lagi tertawa melihatku yang kepayahan.

“Udah neng, sekarang giliran saya nyobain memek neng.”

Gilang membantu memposisikanku ke dalam posisi telentang sebelum ia kembali duduk di atas kasur. Si driver kemudian membuka pahaku lebar-lebar dan memposisikan kepala penisnya di depan vaginaku. Aku memekik saat si driver memasukkan penisnya sekaligus ke dalam vaginaku.

Tanpa menunggu waktu lama, si driver memaju-mundurkan penisnya di dalam vaginaku. Walaupun sudah dihajar oleh Pak Darmawan dan supirnya semalam, gesekan-gesekan dari penis si driver dengan lubang vaginaku masih terasa jelas. Mungkin karena ukuran penisnya yang lebih besar dari Pak Darmawan dan supirnya.

“Mmhhh geli… Ahh…”

Aku meracau sambil meremas-remas payudaraku sendiri. Kudengar si driver terkekeh sebelum berbisik “Keenakan dientot ya neng?”

Pelecehan yang kuterima bertubi-tubi nyatanya membuatku semakin terangsang. Aku kemudian ikut menggerakkan pinggulku naik turun, membuat penyatuanku dengan si driver semakin rapat.

“Ahhh lagi, mmhhh…” aku semakin liar saat si driver berhasil menyentuh titik sensitifku. “Di situ, tusuk lagi, hhhh…”

Tidak berapa lama kemudian, aku orgasme dengan hebat. Punggungku melengkung ke atas, mulutku membentuk huruf O dan bagian bawah tubuhku gemetar. Namun, bukannya berhenti, si driver malah makin kencang menusuk-nusukkan penisnya ke vaginaku. Aku hanya bisa menjerit-jerit karena vaginaku yang super sensitif dipaksa menerima tusukan-tusukan dalam dari penis si driver.

“Ampun mas, ampun… Ahhh… Berhenti dulu, ahhh…”

Seolah tuli, si driver terus menerus menusuk vaginaku hingga akhirnya aku tiba-tiba merasa bahwa aku akan orgasme lagi karena stimulasi yang tidak hentinya menghajar vaginaku.

“Aaahhhh mas, ampun mas… Aaahhhhhh…”

Aku bergetar lagi di bawah si driver, namun kali ini si driver turut menghujamkan penisnya dalam-dalam ke vaginaku dan menahannya di dalam sana.

“Dasar perek, terima nih peju.”

Crot… Crot… Aku merasa ada aliran sperma yang mengalir masuk ke dalam rahimku. Rasanya geli-geli hangat. Anehnya, membayangkan ada sperma orang asing yang memenuhi rahimku malah membuat vaginaku berkedut.

“Wah si neng udah gak sabar pengen main lagi nih kayanya.” si driver terkekeh setelah vaginaku berkedut. “Nanti dulu neng, capek.”

Si driver kemudian menarik penisnya dari vaginaku, sementara aku masih telentang dengan kaki mengangkang.

“Bagus, Tania. Lo udah nerima kenyataan kalau lo emang lonte.” Gilang menghampiriku lalu mengelus-elus kepalaku. “Sekarang bilang makasih dong ke masnya.”

“Makasih, mas.” ucapku sambil terengah-engah.

“Bersihin tuh kontol masnya. Kasian kan jadi kotor gara-gara masuk memek lu.”

Aku bangun dari posisiku untuk menghampiri si driver yang terduduk di tepian ranjang. Aku menuruti perintah Gilang dengan menjilati penis si driver, sementara Gilang dan si driver mengobrol.

“Dari mana dapet cewe kaya gini mas?” tanya si driver sambil mengelus-elus rambutku.

“Oh itu, dia mahasiswi bokap gue.”

“Mahasiswi?” si driver menatapku heran.

“Iya, tapi dia bego. Dia jadi lonte biar bokap gue bisa ngebantu dia lulus kuliah.” Gilang menjelaskan sambil sesekali memainkan puting susuku. “Dia mah jagonya ngangkang.”

“Udah neng, lulus kuliah gak usah cari kerja. Lanjutin aja kaya gini.” si driver terkekeh. “Mainnya udah lumayan jago kok.”

Bukannya marah atau sedih, vaginaku kembali berkedut-kedut setelah menerima pelecehan verbal dari dua laki-laki ini. Apakah sekarang aku benar-benar menikmati tugasku sebagai budak seks?

---

Setelah si driver pulang dari rumah Gilang dengan membawa uang saku tambahan, Gilang menyuruhku berlutut di lantai.

“Gimana rasanya dientot orang lain?”

Aku terdiam, mencoba memikirkan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Gilang. Sebenarnya aku tahu sadar bahwa rasanya nikmat, tapi aku masih belum ingin mengakuinya kepada Gilang.

“Jawab ******!” Gilang menjambak rambutku sehingga kini kepalaku menengadah ke arahnya.

Menelan ludah, aku menjawab lirih, “E-Enak, tapi—.”

“Alah, gak usah tapi-tapian! Bilang aja kalau emang enak.”

Gilang terkekeh. Masih menjambak rambutku, Gilang kemudian berbisik di telingaku. “Enak ya dientot sama orang yang baru lo kenal?”

“I-Iya.”

“Bagus, lo udah nerima kenyataan kalo lo cuma sarung kontol.” Gilang mendekatkan kepalaku ke selangkangannya. “Sekarang, layanin gue ampe puas.”

Dengan tangan agak gemetar, aku menarik resleting dan menurunkan celana sekaligus celana dalam Gilang. Penisnya yang sudah ereksi seketika menampar wajahku.

“Jilat yang bener!”

Menuruti perintah Gilang, aku menjilati kepala penisnya sambil memainkan batangnya dengan tanganku. Aku juga menjilat-jilat batang hingga biji pelirnya sambil sesekali mengulumnya dalam.

“Good, Tania. Nikmatin gimana rasanya muasin kontol.”

Aku tanpa sadar mulai terbawa oleh perkataan Gilang. Sebelah tanganku yang menganggur kugunakan untuk memainkan payudaraku, sementara tangan yang lainnya kugunakan untuk memuaskan tuanku. Diam-diam aku menikmati tugasku untuk memuaskannya.

“Ahh good job Tania, terus mainin.”

Aku semakin bersemangat memainkan penis Gilang. Aku memasukkan batang penisnya hingga mentok di kerongkonganku, kemudian kepalaku bergerak maju mundur. Aku juga mengelus biji pelirnya, sesekali agak meremasnya. Aku curi-curi pandang ke arah wajah Gilang untuk memastikan bahwa aku melakukan hal yang benar.

“Udah udah, cukup.”

Gilang melepaskan kulumanku, lalu aku memandangnya heran. Gilang terkekeh melihatku.

“Kenapa? Masih mau kontol?”

Aku menunduk malu.

“Sini naik.” Gilang menepuk-nepuk ranjangnya. “Masukin kontol gue ke memek lu. Mainin ampe gue puas.”

Mendengar perintahnya, aku kemudian naik ke atas ranjang Gilang, lalu aku memposisikan vaginaku di atas penisnya. Aku menurunkan tubuhku perlahan hingga penis Gilang terbenam di dalam vaginaku. Aku mendesah setelah kepala penis Gilang menyentuh titik terdalamku.

“Nikmatin gimana rasanya memek lu dipenuhin kontol. Enak kan?”

Aku mengangguk pelan.

“Jawab yang keras! Enak gak?”

“Enak, Tuan!”

“Enak kan dikontolin?”

“Enak. Aahhhhh…” aku mendesah karena Gilang tiba-tiba menggerakkan pinggulnya.

“Gerakin pantat lu!”

Gilang menghentikan gerakan pinggulnya, lalu menampar pantatku keras-keras. Menuruti perintahnya, aku menaik turunkan pinggulku. Awalnya lambat, namun semakin lama gerakanku semakin cepat.

“Ahhh enak, mhhh…” aku meracau tidak karuan sambil merem melek keenakan.

“Dasar sarung kontol lu, asal dikontolin langsung keenakan.”

Vaginaku semakin berkedut mendengar pernyataan Gilang.

“Seneng lu, hm?” Gilang mencubit putingku keras, lalu memelintirnya.

“Aaahhh…” dadaku terasa sakit, namun vaginaku keenakan.

“Jawab, seneng gak dikontolin?”

“Aahhh iya, iya, gue sukaa ahhh… Gue suka dikontolin, aahhh…” aku semakin cepat menggerakkan pinggulku.

Gilang tertawa, lalu menggeram. “Dasar lonte.”

“Ahh iya gue lonte, sarung kontol, wadah peju, gue suka dikontolin, aahhh…”

Tubuhku tiba-tiba bergetar setelah berkata demikian. Pinggulku bergerak semakin cepat, lalu badanku semakin bergetar ketika pelepasanku tiba. Punggungku melengkung merasakan kenikmatan yang menjalar ke seluruh tubuhku.

“Heh, lu keluar?”

Gilang tiba-tiba membalikkan posisiku menjadi telentang tanpa mencabut penyatuan kami, lalu ia dengan kasar menggerakkan penisnya.

“Aaahhhh ampun Tuan, ahhh…”

Vaginaku terasa ngilu karena dipaksa menerima stimulasi setelah orgasme. Tanganku meremas seprai kuat-kuat, sementara air mata mulai menggenang di mataku.

“Tugas lu muasin gue, ******. Gue belum keluar.”

“Aahhh b-berhenti, aahhh…”

“Diem lu lonte, bentar lagi juga lu keenakan.”

“Aaaahhhh…”

Aku meremas seprai semakin kuat ketika rasa ngilu yang kurasakan semakin hebat, sementara Gilang masih saja menggerakkan penisnya cepat. Lalu, tiba-tiba saja perasaan ngilu tersebut berubah menjadi rasa geli yang nikmat.

“Aaahhh gelii-hhh…” aku tanpa sadar ikut menggerakkan pinggulku. “Gelii ahhh…”

Gilang menggeram. “Dasar perek lu Tania, rasain nih.”

Gilang menggerakkan penisnya semakin kasar, sementara tangannya meremas payudaraku kuat-kuat dan dijadikannya sebagai tumpuan.

“Aahhh Tuan… Ahh…”

Dadaku terasa sakit, tapi anehnya vaginaku semakin terasa nikmat. Aku terus meracau dan tanpa sadar aku sudah sangat dekat dengan puncak kenikmatan.

“Lonte lu Tania. Makan nih peju gue.” Gilang menghujamkan penisnya dalam-dalam, lalu ia menyemburkan spermanya ke dalam rahimku, sementara tubuhku seketika bergetar dan kembali orgasme.

Gilang mencabut penisnya setelah selesai menumpahkan seluruh spermanya, sementara aku dibiarkan telentang dengan kaki mengangkang dan cairan putih yang meleleh di sekitar vaginaku yang terbuka.

“Gimana? Masih mau nyangkal kalau lu seneng dikontolin?” tanya Gilang sambil mengelus-elus payudaraku.

Aku terdiam tanpa menjawab pertanyaannya. Jauh di dalam lubuk hatiku, sebenarnya aku tahu bahwa aku menikmati perlakuan Gilang terhadapku. Aku menikmati ketika aku disetubuhi dan dilecehkan oleh laki-laki. Tapi sebagian diriku tidak ingin mengakui hal tersebut.

“Oke kalau gitu, kita bersih-bersih dulu, terus kita keluar abis ini.”

“Ke mana?” tanyaku pelan.

Gilang tersenyum miring. “Nanti juga lo tau.”

Dalam hati aku berdebar-debar. Apalagi yang mungkin Gilang lakukan terhadapku?

BERSAMBUNG...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar


×
AGEN JUDI POKER ONLINE TERPECAYA